Egi kembali ke kontrakannya dan mulai membuka blue print yang diabaikannya sejak semalam. Pikirannya kini kembali jernih dan siap untuk melanjutkan proyeknya. Kali ini client Egi adalah seorang business man yang sedang mencoba usaha baru, yaitu apartemen. Perasaannya berkata bahwa malam ini dia bisa menyelesaikan sketch dengan baik dan kopi arabika kesukaannya sudah siap untuk menemani hingga selesai, ditemani dengan alunan musik jazz yang lembut untuk mengurangi rasa bingung dan stress saat sedang mengerjakan proyeknya.
Setelah bertahun-tahun berkelana dalam hati dan pikirannya, kali ini pada akhirnya dia bisa bekerja dengan tenang. Pikirannya selalu dipenuhi dengan tanya apabila satu saat (yang sudah terjadi siang tadi) dia akan bertemu dengan Tamara. Hatinya sudah tenang setelah menceritakan semuanya dan siap bekerja lembur malam ini. Sesekali dia menyisip kopinya dan tersenyum saat mengerjakan projeknya. Tak bisa dipungkiri bahwa malam itu bahwa seharian dia sangat bersemangat dan bahagia. Hanya kebahagiaan saja yang meliputi dirinya.
7.05 PM
I'm at the payphone....
" Halo. "
" De...dengan Eg...Egi?? "
" Ya? Tamara? ", jawab Egi lembut sambil tersenyum. Egi bisa mendengar hembusan nafas Tamara yang tegang bercampur senang di seberang sana. Lagu jazz yang menggema di kamar Egi sejak berjam-jam lalu menjadi pemanis kecanggungan Tamara di telinga Egi. Tangan kirinya berpindah dari keyboard laptop ke photo frame yang berdiri tegak di sebelah layar, mengusap wajah manis berseragam SMA.
" Dari mana kamu tahu kalau ini aku? "
" Mana bisa aku melupakan suaramu? "
" Ahaha... Egi, sibukkah sekarang? "
" Lumayan, aku menyelesaikan proyekku sekarang ini. "
" Ohh, kalau begitu... "
" Ada apa memangnya? "
" Aku mau mengajakmu makan malam. Aku bosan makan dirumah. "
" Bagaimana kalau makan dirumahku? Aku bisa memasak semua makanan favoritmu! "
" Oya?? "
" Iya! Datang saja 1 jam lagi! "
" Oke! "
Sudah 5 tahun Egi tidak membuat makanan kesukaan Tamara. 2 tahun pertama kuliahnya, Egi sering memasak makanan kesukaan Tamara untuk menghilangkan rasa rindunya yang sering tidak terbendung. Tak jarang juga Egi meneteskan air mata saat memasak. Memorinya melayang ke masa SMA saat Egi sering sekali pergi ke rumah Tamara saat ayahnya pergi keluar negeri. Pembantu-pembantu Tamara tahu siapa Egi dan senang dengan keberadaan Egi bagi hidup Tamara. Semuanya berbeda saat Egi perlahan-lahan datang dengan segala kesederhanaannya. Tidak ada lagi Tamara yang manja dan kekanak-kanakan. Mama Tamara sudah meninggal saat Tamara SMP dan ayahnya sibuk di perusahaan untuk menghidupi anak semata wayangnya.
Egi menyimpan hasi kerjanya yang sudah mencapai 70% dan mulai bekerja di dapur. Semua bahan makanan kesukaan Tamara ada didalam lemari pendingin dan tangan Egi bekerja dengan lincah. Sambil ia meracik bumbu dan mencicipi, Egi teringat semua moment saat mereka menghabiskan waktu untuk memasak dirumah Tamara. Tangan kecil Tamara tidak terbiasa dengan alat masak dan bahan dasar makanan. Egi dibuat tertawa terpingkal olehnya setiap kali Tamara gagal.
50 menit kemudian semua makanan sudah siap diatas meja. Meja makan sudah ditata rapi dan yang pasti tidak ada bunga, Tamara tidak suka bau bunga tetapi suka memandanginya dari kejauhan. 10 menit dipakai Egi untuk mandi kilat dan mengganti kaosnya dengan kaos warna kesukaan Tamara, biru muda, semuda warna mata Egi yang didapatkan dari mendiang ibunya yang berkewarganegaraan Inggris.
tok.. tok...
Egi dengan tenang berjalan menuju pintu rumahnya dan membuka dengan tangan yang tak sabar ingin menggenggam erat tangan partner makan malamnya hari ini.
" Hai Egi. "
Lawan bicara Egi melemparkan senyum yang sudah bertahun-tahun didamba dan Egi membuka lebar pintunya mempersilakan mahluk cantik didepannya masuk menuju ruang makan.
...and all begin again from the start
Setelah bertahun-tahun berkelana dalam hati dan pikirannya, kali ini pada akhirnya dia bisa bekerja dengan tenang. Pikirannya selalu dipenuhi dengan tanya apabila satu saat (yang sudah terjadi siang tadi) dia akan bertemu dengan Tamara. Hatinya sudah tenang setelah menceritakan semuanya dan siap bekerja lembur malam ini. Sesekali dia menyisip kopinya dan tersenyum saat mengerjakan projeknya. Tak bisa dipungkiri bahwa malam itu bahwa seharian dia sangat bersemangat dan bahagia. Hanya kebahagiaan saja yang meliputi dirinya.
7.05 PM
I'm at the payphone....
" Halo. "
" De...dengan Eg...Egi?? "
" Ya? Tamara? ", jawab Egi lembut sambil tersenyum. Egi bisa mendengar hembusan nafas Tamara yang tegang bercampur senang di seberang sana. Lagu jazz yang menggema di kamar Egi sejak berjam-jam lalu menjadi pemanis kecanggungan Tamara di telinga Egi. Tangan kirinya berpindah dari keyboard laptop ke photo frame yang berdiri tegak di sebelah layar, mengusap wajah manis berseragam SMA.
" Dari mana kamu tahu kalau ini aku? "
" Mana bisa aku melupakan suaramu? "
" Ahaha... Egi, sibukkah sekarang? "
" Lumayan, aku menyelesaikan proyekku sekarang ini. "
" Ohh, kalau begitu... "
" Ada apa memangnya? "
" Aku mau mengajakmu makan malam. Aku bosan makan dirumah. "
" Bagaimana kalau makan dirumahku? Aku bisa memasak semua makanan favoritmu! "
" Oya?? "
" Iya! Datang saja 1 jam lagi! "
" Oke! "
Sudah 5 tahun Egi tidak membuat makanan kesukaan Tamara. 2 tahun pertama kuliahnya, Egi sering memasak makanan kesukaan Tamara untuk menghilangkan rasa rindunya yang sering tidak terbendung. Tak jarang juga Egi meneteskan air mata saat memasak. Memorinya melayang ke masa SMA saat Egi sering sekali pergi ke rumah Tamara saat ayahnya pergi keluar negeri. Pembantu-pembantu Tamara tahu siapa Egi dan senang dengan keberadaan Egi bagi hidup Tamara. Semuanya berbeda saat Egi perlahan-lahan datang dengan segala kesederhanaannya. Tidak ada lagi Tamara yang manja dan kekanak-kanakan. Mama Tamara sudah meninggal saat Tamara SMP dan ayahnya sibuk di perusahaan untuk menghidupi anak semata wayangnya.
Egi menyimpan hasi kerjanya yang sudah mencapai 70% dan mulai bekerja di dapur. Semua bahan makanan kesukaan Tamara ada didalam lemari pendingin dan tangan Egi bekerja dengan lincah. Sambil ia meracik bumbu dan mencicipi, Egi teringat semua moment saat mereka menghabiskan waktu untuk memasak dirumah Tamara. Tangan kecil Tamara tidak terbiasa dengan alat masak dan bahan dasar makanan. Egi dibuat tertawa terpingkal olehnya setiap kali Tamara gagal.
50 menit kemudian semua makanan sudah siap diatas meja. Meja makan sudah ditata rapi dan yang pasti tidak ada bunga, Tamara tidak suka bau bunga tetapi suka memandanginya dari kejauhan. 10 menit dipakai Egi untuk mandi kilat dan mengganti kaosnya dengan kaos warna kesukaan Tamara, biru muda, semuda warna mata Egi yang didapatkan dari mendiang ibunya yang berkewarganegaraan Inggris.
tok.. tok...
Egi dengan tenang berjalan menuju pintu rumahnya dan membuka dengan tangan yang tak sabar ingin menggenggam erat tangan partner makan malamnya hari ini.
" Hai Egi. "
Lawan bicara Egi melemparkan senyum yang sudah bertahun-tahun didamba dan Egi membuka lebar pintunya mempersilakan mahluk cantik didepannya masuk menuju ruang makan.
...and all begin again from the start
No comments:
Post a Comment